Masyarakat Badur Tuntut Inspektorat Audit Penggunaan Dana Desa

Pasar Desa Badur Disoal, Warga Tuding Pemdes Rampas Tanah Warisan
Sumber :
  • pimen

Sumenep – Dugaan penyalahgunaan anggaran pembangunan Pasar Desa Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, kembali mencuat. Warga setempat mendesak Inspektorat Kabupaten Sumenep untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan Dana Desa (DD) yang dikucurkan sejak tahun 2021.

 

Menurut informasi yang beredar di kalangan masyarakat, pembangunan pasar tersebut diduga menggunakan dua sumber anggaran — yaitu bantuan APBD Kabupaten Sumenep dan Dana Desa dari APBN. Kondisi ini memunculkan kecurigaan adanya tumpang tindih atau penyalahgunaan anggaran.

 

“Kami menanti sikap tegas pihak inspektorat untuk mengusut tuntas dugaan ini. Jika terbukti, aparat penegak hukum harus turun tangan dan membawa kasus ini ke ranah hukum,” ujar salah satu warga, Sabtu (19/7/2025).

 

Selain dugaan penyimpangan dana, warga juga mempertanyakan status tanah pasar yang hingga kini masih menjadi sengketa. Pemerintah Desa Badur mengklaim lahan tersebut sebagai tanah kas desa (tanah percaton), sementara warga menyebut tanah itu milik pribadi keluarga mereka.

 

Warga berinisial SN menegaskan bahwa tanah tersebut memiliki bukti kepemilikan sah berupa Letter C Desa Badur, rincikan tanah, dan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang).

 

“Tanah pasar itu punya rincian jelas dan sudah digunakan selama bertahun-tahun oleh ahli waris kami. Tapi Pemdes tetap membangun tanpa izin,” tegas SN.

 

Ia mempertanyakan dasar hukum Pemdes Badur melanjutkan proyek pasar di atas tanah yang secara administratif bukan milik desa.

 

Menanggapi persoalan ini, praktisi hukum Emil Ma’ruf Wahyudi, SH., MH., menilai bahwa pembangunan tanpa izin pemilik sah dapat dikategorikan sebagai penyerobotan tanah.

 

Menurutnya, tindakan tersebut berpotensi melanggar Pasal 385 KUHP, Pasal 167 KUHP, Pasal 389 KUHP, dan Perpu No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin.

 

“Status bangunan di atas tanah sengketa otomatis tidak sah secara hukum. Jika unsur kesengajaan terbukti, pelaku bisa dijerat pidana,” jelas Emil.

 

Ia menambahkan, Pasal 28H UUD 1945 juga menjamin hak atas kepemilikan pribadi dan melarang perampasan tanah tanpa proses hukum yang adil.

 

“Pemdes Badur wajib menunjukkan bukti sah kepemilikan lahan. Jika tidak, tindakan itu termasuk bentuk penindasan terhadap rakyat sendiri,” ujarnya.