SPPT Ganda dan Status Percaton, Sengketa Tanah di Badur Diduga Sarat Permainan Mafia Tanah
Sumenep – Sengketa tanah di Desa Badur, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, hingga kini belum menemukan titik terang. Warga setempat berharap pemerintah turun tangan menindak tegas dugaan praktik mafia tanah yang disebut-sebut menjadi penyebab munculnya persoalan tersebut.
Pasalnya, lahan yang disengketakan diketahui memiliki SPPT ganda, yang menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran di kalangan warga.
“Saya geram dengan permasalahan ini. Padahal saya tidak pernah melakukan transaksi ataupun hibah kepada pihak mana pun,” ujar salah satu ahli waris pemilik tanah, kepada wartawan.
Sementara itu, PLT Camat Batuputih, Muhammad Suharjono, menilai persoalan ini dapat diselesaikan melalui dua jalur: mediasi atau pengadilan.
“Jalur mediasi itu bisa saja ditempuh, tapi menurut saya lebih efektif bila diselesaikan lewat jalur hukum di pengadilan,” ungkapnya.
Dari sisi administrasi, Kepala Bidang Pendapatan Daerah Sumenep, Nartok, menjelaskan bahwa lahan yang dimaksud terdaftar sebagai tanah percaton berdasarkan peta blok dan SPPT terbaru hasil pemutakhiran tahun 2021.
“Untuk urusan tanah, kami hanya mengurus soal pajaknya, bukan bukti kepemilikan. Kalau pihak desa atau warga ingin menempuh jalur hukum, silakan bawa bukti-buktinya dan ajukan gugatan ke pengadilan,” tegasnya (29/09/2025).
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Setdakab Sumenep, Hizbul Wathan, menjelaskan bahwa secara hukum, pihak yang memiliki liter C dan petok rincik masih diakui sebagai pemilik sah sebelum ada putusan pengadilan.
“Penyelenggaraan kegiatan di atas tanah tersebut tetap oleh pemerintah desa karena SPPT terbaru atas nama percaton. Namun, Pemdes bukan pengelola utama karena status kepemilikan tanah masih sengketa,” terangnya (6/10/2025).
Wathan menambahkan, berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, sengketa tanah diklasifikasikan menjadi kasus berat, sedang, dan ringan.
“Tidak semua sengketa harus diselesaikan lewat ketuk palu hakim. Ada ruang penyelesaian secara kekeluargaan melalui mediasi. Saya siap menjadi mediator jika dibutuhkan,” pungkasnya.